Hidup adalah Perjuangan, berhenti berjuang sama dengan berhenti hidup.WordPress.com weblog

Ibadah dan Bid’ah

« Kesalahpahaman tentang Ibadah
Kegemparan sebuah kaidah »
Ibadah dan Bid’ah

27 Agustus 2010 oleh mutiarazuhud

Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah, menghamba, mengabdi, tunduk.

Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti perbuatan / ibadah / menyembah yang ditujukan kepada Allah swt .

Kesalahpahaman kaidah yang didefinisikan oleh sebagian ulama, inilah yang harus diluruskan.
Hukum asal ibadah/perbuatan adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkan

Yang benar adalah
Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya

Kaidah ini bersumber dari kaidah pendapat imam Syafi’i ra

أصل في الأشياء الإباحة

(al-Ashlu fil asya’ al-ibahah), “hukum asal segala sesuatu adalah boleh”

Segala sesuatu termasuk perbuatan / ibadah

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

Coba saya jelaskan hukum / kaidah ini dengan menjadikan formula.

Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh),

Kita formulakan sebagai nilai awal/asal ibadah/perbuatan = 0 (mubah/boleh)
Rumus/formula yang berlaku adalah atas petunjukNya (al Qur’an dan Hadits) ,
melakukan perbuatan/ibadah yang dilarang bernilai = -X ,
melakukan perbuatan/ibadah yang merupakan kewajiban bernilai +X

Jadi aneh kalau hukum asal ibadah/perbuatan adalah haram atau mempunyai nilai -X

Allah ta’ala telah “membolehkan” manusia melakukan perbuatan di muka bumi semenjak Dia memutuskan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Kemudian bagi manusia yang mengaku sebagai hamba Allah, maka perbuatan mereka (setelah pengakuan) harus merujuk petunjukNya (al-Qur’an dan Hadits) dimana hukum awalnya mubah(boleh) berubah hukumnya sesuai petunjukNya yakni bisa berubah menjadi haram atau wajib, atau sunnah atau makruh atau syubhat atau pula tetap sebagai mubah.

Siapapun manusia di dunia ini boleh melakukan perbuatan apapun di dunia ini. Allah ta’ala akan penuhi balasan/hasil perbuatan mereka di dunia dan tidak akan dirugikan sedikitpun.

Namun Allah telah menyampaikan kepada manusia yang artinya,

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)

Seorang muslim seluruh perbuatannya hanya terbagi dalam 2 kategori , ibadah mahdah atau ibadah ghairu mahdah.

Ibadah mahdah adalah

Ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.

Ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.

Aturan atau petunjukNya yang disampaikan Rasulullah saw inilah yang disebut “urusan kami”, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

“Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.” (Riwayat Hakim dan Bazzar)

“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS an-Nahl [16]:116 )

Kalau perbuatan/ibadah tersebut tidak termasuk ibadah mahdah maka perbuatan tersebut akan masuk ibadah ghairu mahdah yang didalamnya bisa didapati bid’ah hasanah seperti contoh saya berdakwah lewat internet yang mana tidak pernah dicontohkan sebelumnya oleh Rasulullah saw. Saya yakin bahwa perbuatan/ibadah berdakwah lewat internet akan sampai (wushul) kepada Allah.

Rujukan Bid’ah hasanah (bidang ibadah ghairu mahdah)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda:

Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)

Pendapat Imam Syafi’i –semoga Allah meridlainya-

“Perkara-perkara yang baru (al muhdats) terbagi dua, Pertama : perkara baru yang bertentangan dengan kitab, sunnah, atsar para sahabat dan ijma’, ini adalah bid’ah dlalalah, kedua: perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal di atas, maka ini adalah perkara baru yang tidak tercela” (Diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam kitabnya “Manaqib asy-Syafi’i”, Juz I, h. 469)

Kalau bid’ah dalam ibadah mahdah itu sudah jelas bid’ah dholalah akan tertolak

Bagi seorang muslim seluruh perbuatan , seluruh aktivitas baik ruhani maupun jasmani adalah ibadah dan wajib ditujukan kepada Allah.

Begitulah ketaatan seorang muslim pada firman Allah yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS adz Dzariyat [51] : 56 )

Tulisan yang lebih lengkap silahkan baca pada

Kesalahpahaman tentang Ibadah

Tulisan tentang dalil bid’ah, silahkan baca pada

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/20/2010/04/20/bidah/

Kaidah “Hukum asal ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkan” merupakan sebuah kesalahpahaman yang berlarut-larut dan tanpa dalil / hujjah yang kuat serta tidak ada yang diharamkan/dilarang kecuali Allah ta’ala yang mengharamkan/melarangnya.

Nash-nash Al-Qur’an atau Hadits yang berisi larangan adalah rinci, jelas, ada batasan/terukur, dan muhkamat. Salah memaknai ini ditengarai sebagai pembenaran kesalahpahaman mereka yang lain yakni tentang bid’ah.

Ada kaidah yang benar dan mendekati kalimat itu adalah,
“Hukum asal (segala sesuatu) yang dilarang (tahriim) jika ada dalil yang menegaskan (‘ibahah)”
Kaidah ini sesuai dengan firman Allah yang artinya,“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (al-An’am: 119)

Kaidah lain yang benar adalah
“Segala sesutu tidak boleh dianggap sebagai syari’at kecuali dengan adanya dalil dari al-Kitab atau as-Sunnah“,
Ini selaras dengan hadits Nabi saw,
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Ibadah dan Bid’ah

Leave a comment